Langsung ke konten utama

Postingan

Unggulan

Mnemonik

  Kopi Ibu Ibu menyangrai kopi, menjelang siang seperti almarhum bapak yang lembut di antara asap kayu bakar dan sangit yang menguar   anglo tanah liat demikian hitam, angus dan lebam hidup tak lekas padam dari bara perapian menyambung ingatan demi ingatan   sumpek pawon merekam amsal kejadian hari-hari subuh yang padam bergantian kecuali sunyi, tungku pediangan tanpa arti   biji-biji dipanaskan serupa gelam, mengkilat mirip batang kayu yang dilayarkan. Sejumput beras, ditaburkan di permukaan sangit karam oleh sakit yang mendadak lenyap   mbahkung merokok di sela sangit tungku menduduki masa lalu begitu saja dan mbahti sibuk menampi gabah di tengah paceklik yang ngantuk   Ibu menyangrai kopi, ketika bapak pergi meninggalkan tungku di hari yang sama. Ia seperti kayu yang terbakar bara, adalah arang yang mengabu pada akhirnya   sebelum hampa selesai, ibu menyangrai kopi meski kayu tak lagi dulu sebab tanah-tanah berpindah dan anak-

Postingan Terbaru

Era Digital, Kecerdasan Buatan, dan Dunia Sastra*

Puisi Esai; Kebaruan atau Paradoksalitas dalam Puisi Indonesia

Panggung Aktor Sumatera 2017: Dari Artikulasi ke Ekspresi